BABUKUNG
(BUKUNG)
Gendang typa bertalu talu suaranya riuh rendah berpadu
dengan suara gong dan gamelan, sementara itu sosok tak berbaju dengan muka dan
dada penuh coreng seperti hantu berputar putar, menari dan juga menjadi pelayan
bagi sebuah acara kematian, itulah dia Babukung atau dalam dialeg Serongkah
disebut Bobukung. Pada acara ritual menyandung maupun upacara ritual kematian
bagi suku dayak di Kabupaten Ketapang, adat Babukung selalu hadir. Mereka hadir
sebagai bagian tak terpisahkan dari upacara kematian tersebut.
Bukung adalah sosok manusia yang menghias dirinya
menjadi seperti hantu dengan muka bercoreng, dada berukir dan pakai hiasan dari
daun kelapa dan daun ribuan atau ada juga dengan topeng yang disebut bukung
raja. Seorang bukung akan merubah dirinya sehingga tidak dikenali orang,
demikian juga suaranya berubah agar tidak dikenali. Peran bukung sangat besar
pada upacara kematian, terutama untuk menjadi pesuruh atau abdi atau hamba. Ia
berfungsi sebagai tenaga sukarela untuk mengerjakan semua pekerjaan, baik itu
mengambil air, mencari kayu,mencari perlengkapan untuk kematian, mengangkut
barang barang utuk kegiatan kematian dan lain- lain.
Tokoh adat dayak jelayan F.Rajiin dalam penjelsannya
mengatakan bahwa ada 3 macam bukung :
1.
bukung rusa dan bukung kulang kulit
berperan
sebagai perantara antara kehidupan di alam fana dengan kehidupan di alam baka
yang disebut sembayan tujuh saruga dalam, suatu tempat yang kekal
2.
bukung tembalaui.
berperan
sebagai abdi atau hamba, atau tenaga sukarela yang siap membantu mengerjakan
apapun apabila disuruh atau diperintahkan. Bukung tidak boleh membantah, tidak
boleh takut dan sebagainya
3.
bukung Raja
berperan
sebagai raja yang berkuasa dapat dilihat dari segi pakaian dan bahasa yang
memberi kesan bahwa bukung raja lebih mengutamakan material atau sarana.
Orang-orang
yang menjadi bukung harus memenuhi syarat-syarat khusus dan terikat dengan
pantang pemali. Syarat dan pantang pemali ini mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan kepercayaan. Jika persyaratan tidak terpenuhi maka yang
bersangkutan akan menerima akibat seperti: mati muda, lomah layu,
pukak nyawa pandak umur (tidak panjang umur), dan sebagainya.
Syarat-Syarat
untuk menjadi bukung tembulai :
1.
Dipilih dari utusan dusun atau kampung
2.
Jauh hubungan keluarga dan harus orang dewasa
3.
Tidak boleh takut dan tidak boleh jijik
4.
Tingkat kekerabatannya harus lebih tinggi atau sejajar
dengan orang yang meninggal dunia
5.
Tidak boleh memakai baju
6.
Tidak boleh berbicara dengan orang lain , kecuali
sesama bukung
7.
tidak boleh sedih, tetapi harus menembarau dan berpura
pura sedih menirukan orang beduka cita
8.
Bukung harus
dipatar (diukir) dengan arang dan kapur pada muka, dada
dan belakang. Ukirannya disebut hitam harang, putih
kapur.
9. Harus
memakai cawat torap (cawat dari kulit pohon kepua’).
10. Harus
pakai tekuluk jenjamut (ikat kepala dari sejenis tumbuhsn pakis).
11. Harus
lucu dan nakal, dihalalkan berkata jorok dan cabul
12. Tidak
boleh sedih (menangis)
13. Sesudah
dipatar dan sebelum melaksanakan tugas, burung harus mematik atau
memberi makan bukung gana pulai, bukung gana tempajak supaya tidak mengganggu.
14. Harus
menemburau dan berpura-pura sedih, menirukan orang berduka cita.
15. Harus
mandi air lundangan atau air limbah hingga lutut (mencelupkan kaki).
16. Harus
berjumlah genap, tidak boleh ganjil
17. Sebelum
memasukkan jenazah ke dalam peti mati atau lancang, bukung harus menemburau
lagi, dan sebelumnya memukulkan rebung buluh kedinding, di mana jenazah
dibaringkan.
18. Orang
yang bukan bukung oleh bukung disebut omong (domong).
19. Bukung
menyebut
dirinya ukong. Ukong sama dengan aku, hamba, abdi.
20. Bukung tidak boleh
masuk rumah atau pekarangan rumah orang lain yang
bukan pekarangan atau rumah duka.
21. Jika mau
berhenti menjadi bukung harus minta ijin kepada yang berwenang pada waktu itu
dan harus ada gantinya,
22. Kewajiban bukung
adalah memikul dan mengantar peti jenazah atau lancang sampai ke
kuburan. Juga berkewajiban mengikuti sampai selesai penguburan.
Apabila
segalanya sudah selesai barulah bukung diperkenankan mandi. Dengan
demikian selesailah sudah tugas bukung tembulai sebagai abdi. Kemudian bukung
rusa, kulang kulit dan raja. Bukung rusa dan pengikutnya bukung
kulang kulit adalah sebagai perantara yang mempunyai fungsi khusus mengurus
orang yang meninggal agar lulus atau dapat masuk ke saruga dalam ka
sabayan tujuh. Rusa sebagai penjelmaan dari orang yang sudah lama
meninggal, dan dapat menjadi perantara. Sedangkan bukung raja mengambil
alih tugas atau fungsi bukung rusa dan bukung kulang kulit. Yang menjadi
bukung raja atau kelompok bukung raja (bukung rusa dan bukung
kulang kulit) harus orang yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat,
seperti pemimpin kampung halaman, atau tuha kampung jasa dohas, atau orang yang
dipandang layak untuk menjadi pengurus.
Tugas
bukung rusa dan bukung kulang kulit yakni sebagai pengiring, bersama-sama
dengan barisan bukung tembulai. Jumlah mereka juga tidak boleh ganjil,
harus genap. Jadi kadang-kadang bukung raja ini hanya dua, kadang bisa
empat, tergantung situasi dan siapa yang dipabukungkan. Tentunya melihat
peranan seseorang dalam masyarakat sewaktu dia masih
hidup.
Memang tak semua kematian bagi masyarakat dayak
menggunakan bukung, selain soal kepercayaan dan adat juga kemampuan seseoarang
juga menjadi alasan. Adat bukung memang relatip menggunakan biaya yang cukup
besar, karena itu hanya kematian tertentu yang menggunkan bukung.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarto
Yudo. 2012. Catatan Warisan Budaya (Cultural Heritage) di Kerajaan Tanjungpura.
Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan
Olahraga Kab. Ketapang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar