Pengikut

Kamis, 02 Juni 2016

BABUKUNG (Salah satu cerita adat budaya di Kabupaten Ketapang)



BABUKUNG (BUKUNG)

Gendang typa bertalu talu suaranya riuh rendah berpadu dengan suara gong dan gamelan, sementara itu sosok tak berbaju dengan muka dan dada penuh coreng seperti hantu berputar putar, menari dan juga menjadi pelayan bagi sebuah acara kematian, itulah dia Babukung atau dalam dialeg Serongkah disebut Bobukung. Pada acara ritual menyandung maupun upacara ritual kematian bagi suku dayak di Kabupaten Ketapang, adat Babukung selalu hadir. Mereka hadir sebagai bagian tak terpisahkan dari upacara kematian tersebut.
Bukung adalah sosok manusia yang menghias dirinya menjadi seperti hantu dengan muka bercoreng, dada berukir dan pakai hiasan dari daun kelapa dan daun ribuan atau ada juga dengan topeng yang disebut bukung raja. Seorang bukung akan merubah dirinya sehingga tidak dikenali orang, demikian juga suaranya berubah agar tidak dikenali. Peran bukung sangat besar pada upacara kematian, terutama untuk menjadi pesuruh atau abdi atau hamba. Ia berfungsi sebagai tenaga sukarela untuk mengerjakan semua pekerjaan, baik itu mengambil air, mencari kayu,mencari perlengkapan untuk kematian, mengangkut barang barang utuk kegiatan kematian dan lain- lain.
Tokoh adat dayak jelayan F.Rajiin dalam penjelsannya mengatakan bahwa ada 3 macam bukung :
1.      bukung rusa dan bukung kulang kulit
berperan sebagai perantara antara kehidupan di alam fana dengan kehidupan di alam baka yang disebut sembayan tujuh saruga dalam, suatu tempat yang kekal
2.      bukung tembalaui.
berperan sebagai abdi atau hamba, atau tenaga sukarela yang siap membantu mengerjakan apapun apabila disuruh atau diperintahkan. Bukung tidak boleh membantah, tidak boleh takut dan sebagainya
3.      bukung Raja
berperan sebagai raja yang berkuasa dapat dilihat dari segi pakaian dan bahasa yang memberi kesan bahwa bukung raja lebih mengutamakan material atau sarana.
Orang-orang yang menjadi bukung harus memenuhi syarat-syarat khusus dan terikat dengan pantang pemali. Syarat dan pantang pemali ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kepercayaan. Jika persyaratan tidak terpenuhi maka yang bersangkutan akan menerima akibat seperti: mati muda, lomah layu, pukak nyawa pandak umur (tidak panjang umur), dan sebagainya.
Syarat-Syarat untuk menjadi bukung tembulai :
1.      Dipilih dari utusan dusun atau kampung
2.      Jauh hubungan keluarga dan harus orang dewasa
3.      Tidak boleh takut dan tidak boleh jijik
4.      Tingkat kekerabatannya harus lebih tinggi atau sejajar dengan orang yang meninggal dunia
5.      Tidak boleh memakai baju
6.      Tidak boleh berbicara dengan orang lain , kecuali sesama bukung
7.      tidak boleh sedih, tetapi harus menembarau dan berpura pura sedih menirukan orang beduka cita
8.      Bukung harus dipatar (diukir) dengan arang dan kapur pada muka, dada
dan belakang. Ukirannya disebut hitam harang, putih kapur.
9.      Harus memakai cawat torap (cawat dari kulit pohon kepua’).
10.  Harus pakai tekuluk jenjamut (ikat kepala dari sejenis tumbuhsn pakis).
11.  Harus lucu dan nakal, dihalalkan berkata jorok dan cabul
12.  Tidak boleh sedih (menangis)
13.  Sesudah dipatar dan sebelum melaksanakan tugas, burung harus mematik atau memberi makan bukung gana pulai, bukung gana tempajak supaya tidak mengganggu.
14.  Harus menemburau dan berpura-pura sedih, menirukan orang berduka cita.
15.  Harus mandi air lundangan atau air limbah hingga lutut (mencelupkan kaki).
16.  Harus berjumlah genap, tidak boleh ganjil
17.  Sebelum memasukkan jenazah ke dalam peti mati atau lancang, bukung harus menemburau lagi, dan sebelumnya memukulkan rebung buluh kedinding, di mana jenazah dibaringkan.
18.  Orang yang bukan bukung oleh bukung disebut omong (domong).
19.  Bukung menyebut dirinya ukong. Ukong sama dengan aku, hamba, abdi.
20.  Bukung tidak boleh masuk rumah atau pekarangan rumah orang lain yang
bukan pekarangan atau rumah duka.
21.  Jika mau berhenti menjadi bukung harus minta ijin kepada yang berwenang pada waktu itu dan harus ada gantinya,
22.  Kewajiban bukung adalah memikul dan mengantar peti jenazah atau lancang sampai ke kuburan. Juga berkewajiban mengikuti sampai selesai penguburan.

Apabila segalanya sudah selesai barulah bukung diperkenankan mandi. Dengan demikian selesailah sudah tugas bukung tembulai sebagai abdi. Kemudian bukung rusa, kulang kulit dan raja. Bukung rusa dan pengikutnya bukung kulang kulit adalah sebagai perantara yang mempunyai fungsi khusus mengurus orang yang meninggal agar lulus atau dapat masuk ke saruga dalam ka sabayan tujuh. Rusa sebagai penjelmaan dari orang yang sudah lama meninggal, dan dapat menjadi perantara. Sedangkan bukung raja mengambil alih tugas atau fungsi bukung rusa dan bukung kulang kulit. Yang menjadi bukung raja atau kelompok bukung raja (bukung rusa dan bukung kulang kulit) harus orang yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat, seperti pemimpin kampung halaman, atau tuha kampung jasa dohas, atau orang yang dipandang layak untuk menjadi pengurus.
Tugas bukung rusa dan bukung kulang kulit yakni sebagai pengiring, bersama-sama dengan barisan bukung tembulai. Jumlah mereka juga tidak boleh ganjil, harus genap. Jadi kadang-kadang bukung raja ini hanya dua, kadang bisa empat, tergantung situasi dan siapa yang dipabukungkan. Tentunya melihat peranan seseorang dalam masyarakat sewaktu dia masih
hidup.
Memang tak semua kematian bagi masyarakat dayak menggunakan bukung, selain soal kepercayaan dan adat juga kemampuan seseoarang juga menjadi alasan. Adat bukung memang relatip menggunakan biaya yang cukup besar, karena itu hanya kematian tertentu yang menggunkan bukung.













DAFTAR PUSTAKA

Sudarto Yudo. 2012. Catatan Warisan Budaya (Cultural Heritage) di Kerajaan Tanjungpura.    Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kab. Ketapang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar